Senin, 07 April 2014

politik hukum

PK diatas PK
(Telaah atas Risalah Qadha’ Umar Ibn Khattab)
Oleh: Ahmad Z. Anam, M.S.I.[1]
Sekapur Sirih
Terhitung sejak pukul 15.00 Wib, Kamis, 6 Maret 2014, Peninjauan Kembali (PK) perkara pidana dapat diajukan lebih dari satu kali. Itulah ruh dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor: 34/PUU-XI/2013. Putusan tersebut menyatakan bahwa Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi: “permintaan Peninjauan Kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja”, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Selasa, 01 April 2014

Hukum Formil

Mempertanyakan Legal Standing Calon Pengantin
(Studi Perkara Dispensasi Kawin)
Oleh: Ahmad Z. Anam, M.S.I.[1]
Pendahuluan
Perkara dispensasi kawin terus meningkat dari tahun ke tahun.[2] Konsekuensinya, permasalahannya pun semakin kompleks. Dalam artikel ini, penulis akan berusaha mengkaji salah satu dari sekian permasalahan yang ada: apakah calon pengantin (catin) memiliki  legal standing untuk mengajukan dispensasi kawin?
Pasal 7 Ayat (1) UU No.1 Tahun 1974, tegas menyatakan bahwa dispensasi kawin hanya dapat diajukan oleh kedua orang tua catin. Namun, jika kedua orang tua telah meninggal atau tidak dapat menyatakan kehendak, Pasal 6 Ayat (4) dan Pasal 7 Ayat (3) memberikan kelonggaran. Menurut pasal itu, perkara dispensasi kawin juga dapat diajukan oleh wali yang memelihara, atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas.