MENGAPA
“AIR LANGGAR KFA”?[1]
Oleh: Ahmad Z. Anam, M.S.I. dan
Arina H., A.Md.[2]
Sekapur Sirih
Nama Air Langgar KFA itu nyeleneh, unik, dan tak terjangkau
nalar. Itulah
beberapa
opini publik yang beredar sesaat pasca nama itu kami resmikan melalui
kenduri sepasaran.[3] Bahkan, ada juga yang berpendapat nama tersebut tidak memenuhi unsur estetika. Kami sangat
memahami hal itu: kepala sama berambut, kecerdasan beda.[4] Terlepas dari
wacana yang berkembang,
bagi kami dan beberapa sahabat yang mempunyai “pengetahuan linuwih”, nama Air Langgar KFA adalah
nama yang sangat prestisius; megah; berwibawa.
Dengan goresan pena ini, kami
akan mengelaborasi dengan
kajian
ilmiah
terkait historisitas dan makna luhur yang tersirat pada nama jagoan kami.
Selamat membaca. Semoga mencerahkan. Semoga menginspirasi.
Historisitas (Kesejarahan)
Jauh sebelum buah hati kami terlahir di bumi pertiwi ini, kami telah
berdiskusi panjang untuk memberikan nama
padanya. Kami sangat sadar nama adalah do’a, harapan, dan identitas. Nama dapat
merfleksikan sifat, karakter, perilaku dan visi pemilinya. Oleh karena itu,
logis jika Baginda Nabi Muhammad menganjurkan untuk memberikan nama terbaik
bagi bayi yang baru lahir.
Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Darda berkata:
Berdasarkan pertimbangan data
di atas, kami tidak akan sembrono dalam
menyematkan sebuah nama untuk putera kami. Untuk itu, kami harus “berijtihad”
demi mendapatkan nama terbaik.
Air
langgar KFA, adalah sebuah nama final yang kami pilih. Redaksi Air Langgar
terinspirasi dari statemen seorang alumni pesantren yang menjadi guru besar dan
negarawan berpengaruh di negara ini, Prof. Dr. Mahfud MD. Beliau adalah Ketua
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Statemen itu muncul saat beberapa pihak
dari Universitas Islam Indonesia dan Universitas Gadjah Mada saling berebut
klaim terkait universitas mana yang paling berhak dijadikan jawaban jika ada
pertanyaan: Alumi mana Prof. Dr. Mahfud MD? UGM atau UII? Tak heran, karena
ketokohan beliau, kedua institusi tersebut saling berebut klaim atas almamater
beliau.
Menanggapi
polemik tersebut di atas, dengan tenang, Prof. Mahfud MD menjawab, “Saya adalah
alumni Air Langgar”. Semua pihak yang hadir di forum itu bertanya-tanya, Universitas
apa Air Langgar itu? Beliau menjawab, “Air langgar adalah pesantren yang dikelilingi
air nan jernih”.[5]
Sedangkan KFA
(Khalifatullah Fi Al-ardh), ide tersebut terlahir saat saya (Ahmad Z. Anam)
mengikuti ESQ (Emotional and Spiritual Quotion) 165 pada DIKLAT II Program Pendidikan dan Pelatihan
Calon Hakim Terpadu Republik Indonesia (2011). Teringat jelas, saat itu,
seorang trainer melontarkan pertanyaan kepada saya, sebuah pertanyaan
filosofis, “Siapa Anda?”. Setelah seolah ada bisikan lembut di telinga saya,
spontan saya menjawab, “Khalifatullah Fi Al-Ardh”. Trainer tersebut kemudian
mengangguk-membenarkan.
Unsur
Ke-Islaman dan Ke-Indonesiaan
Nama adalah identitas jati diri. Oleh sebab itu, sedapat mungkin kami
berupaya menuangkan identitas yang komperehensif dalam redaksi nama. Ada dua
identitas pokok yang menyertai saat anak kami lahir: Islam dan Indonesia.
Redaksi
Air Langgar, terdiri dari dua kata berbahasa Indonesia. Inilah identitas
konteks ke-Indonesiaan. Hal tersebut kami maksudkan agar anak kami menghormati
dan menjunjung tinggi kearifan lokal (local
wisdom), memiliki nasionalisme tinggi, serta bangga menjadi Orang Indonesi
(OI)—meminjam istilah Iwan Fals.
Sedangkan
KFA (Khalifatullah Fi Al-ardh) yang bermakna khalifah Allah di bumi, terdiri
dari bahasa Qur’an (baca: Arab). Kata ini merfleksikan identitas ke-Islaman.
Harapan kami semoga identitas ini tetap melekat pada jiwa anak kami hingga
akhir hayat.
Makna Air
Air
adalah sumber kehidupan. Semua teori tidak membantah adagium ini. Tak dapat
dipungkiri, seluruh kehidupan di bumi ini dihidupkan oleh Allah dengan
perantara air. Selanjutnya, untuk menjaga keberlansungan kehidupan itu sendiri,
Allah juga menggunakan washilah air.[6] Artinya,
Air sangatlah dibutuhkan untuk penciptaan dan keberlangsungan kehidupan. Al-Qur’an dalam Surat al-Anbiya’ (30)
menegaskan:
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاء كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Artinya: “Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup, apakah
mereka beriman? “
Air (tirta) juga dugunakan
sebagai satu diantara lima lambang hakim. Bahkan, lambang air diposisikan
sebagai pondasi (dasar) dari keempat lambang lainnya. Hal tersebut dimaksudkan
agar seluruh Hakim Indonesia berasas jiwa air. Air dalam konteks ini dimaknai
sebagai kejujuran, kejernihan, dan sebagai media yang membersihkan
(mensucikan).[7]
Dengan tabarruk (mengharap berkah) dari peran air bagi
kehidupan ini, kami sangat berharap agar kelak anak kami laksana air: sangat dibutuhkan
oleh kehidupan, jujur, jernih, dan “mensucikan”.
Makna Langgar
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, langgar didefinisikan sebagai tempat sembahyang dan mengaji. Artinya,
langgar adalah wahana peribadatan sekaligus keilmuan. Sungguh, ini adalah
tempat yang mulia.
Langgar merupakan masjd
kecil[8] atau
juga sering diartikan sebagai mushola. Redaksi langgar pada masa ini sudah
tidak sepopuler dulu. Saat ini orang lebih cenderung menggunakan istilah
mushola. Hemat kami, ada keistimewaan langgar dibanding tempat peridabatan
lainyya.
Langgar biasanya adalah
sarana peribadatan yang dibangun pada tempo dulu, oleh salaf ash-shalih
bergotong-royong dengan masyarakat, dengan penuh keikhlasan, dan jauh dari
unsur politis.
Makna KFA
Ayat al-Qur’an
Panggilan (laqab)
Penutup
Semoga
Menjadi Air Langgar Khalifatullah fi Al-Ardh
[1] Opini ini ditulis untuk mendeskripsikan rasionalitas penamaan anak
pertama kami , lahir pada hari Sabtu, tanggal 11 Mei 2013, bernama Air Langgar
KFA.
[3] Sepasaran dalam tradisi Masyarakat Jawa adalah kenduri dalam rangka
tasyakuran lima hari pasca kelahiran, biasanya sekaligus diadakan acara
tasmiyah (penamaan).
[4] Dalam pepatah
Arab dikenal istilah likulli ra’sin
ra’yun; setiap kepala memiliki pendapat (berbeda).
[5] http://news.detik.com/read/2011/05/25/092945/1646371/103/mahfud-md-lebih-senang-disebut-alumni-airlanggar
[6] Detail fungsi
dan keajaiban air dibahas dalam buku Masaru Emoto, The true Power of Water, (MQS Publising, 2006).
[7] Lambang Hakim
terdiri dari cakra, candra, sari, kartika, dan tirta (air). Baca: MateriKode
Etik dan Perilaku Hakim, Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, 2012,
hlm. 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar