Book Review
Judul buku : Mariage On
Trial (A Study of Islamic Family Law Iran and Marocco Compared)
Penulis : Ziba
Mir-Hosseini
Tahun terbit : 1997
Penerbit : I.B.
Tauris & Co Ltd.
Oleh: Ahmad Z. Anam
08.231.476
Ziba Mir-Hosseini, seorang intelektual Muslimah yang
berusaha gigih mengangkat “suara dan pengalaman” perempuan dalam Hukum Islam,
telah berhasil menyajikan sebuah wacana menarik yang tertuang dalam karyanya”
Mariage On Trial A Study of Islamic Family Law Iran and Marocco Compared”.
Dalam bukunya, Mir-Hoseini mencoba menelaah hubungan
antara konsep syariah dan kenyataan prartiknya di lapangan. Ia mengkomparasikan
praktik hukum perkawinan di Iran yang bermadzhab Syi’ah dan Maroko yang
bermadzhab Sunni. Berbeda dengan
kebanyakan tulisan yang banyak membahas interpretasi hukum dari teks, Mir-Hoseini
lebih menekankan pembahasannya dari perspektif antropologi hukum. Dengan sudut
pandang tersebut, ia memahami studi hukum (produksi dan administrasi
aturan-aturan dan urutan-urutan hukum) yang digali dengan pemahaman dan metode
antropologi dan melalui kajian-kajian yang telah dilakukan oleh para antropolog
(hlm viii).
Buku ini terdiri atas dua
bagian dan enam bab, satu bagian pengantar dan satu bagian kesimpulan. Tiap
babnya membahas seputar satu kategori konflik perkawinan, kajian interaksi
antara dua madzab syari’ah dan sistem hukum dan perkawinan modern terhadap
kategori kasus tersebut.
Pada bagian pengantar, penulis
memberikan latar belakang penulisan buku dengan menjelaskan tujuan dan metode
penelitian dan meletakkan hukum Islam beserta perkembangan terakhirnya dalam
perspektif sejarah, dengan menyertakan gambaran interaksi antara ajaran agama
dan hukum positif pada masyarakat Muslim kontemporer. Pada halaman dua, penulis
menyebutkan bahwa tujuan penulisan buku ini adalah untuk memberikan profile
detil mengenai interaksi antara hukum Islam dan konstruksi sosial pernikahan
dan perceraian. Caranya, penulis mencoba melihat ke luar kajian hukum guna
menguji kompleksitas hubungan manusia (human
relation), pertukaran sangat intim yang biasa terjadi di dalam perkawinan, dan
menggali dorongan-dorongan agama, social, dan psikologis yang berpengaruh dan
membentuk perkawinan.
Kemudian, bagian pertama buku
berisi kajian umum tentang kondisi ideal dan praktik perkawinan dan perceraian
menurut konsep syariah, undang-undang hukum modern, dan melihat bagaimana
kasus-kasus konflik perkawinan yang terjadi di masyarakat.
Pada bab pertama, penulis
mengenalkan peradilan di Maroko dan Iran, termasuk prosedur dan kasus-kasus
konflik di kedua negara tersebut. Tujuannya, pertama, untuk menempatkan konflik
di dalam konteks syariah dan kedua, di dalam acuan sistem hukum modern yang
dianut oleh masing-masing negara. Terdapat dua tuntutan sentral pada tiap
permohonan cerai di kedua negara tersebut yaitu; tuntutan istri untuk
mempertahankan perkawinan dan tuntutan suami atas kepatuhan sang istri.
Kemudian pada bab dua, tiga,
dan empat, penulis fokus pada dinamika hubungan pernikahan dan perceraian.
Melalui analisis terhadap kasus-kasus perceraian aktual, terlihat perbedaan
mencolok antara teori dan praktik Hukum Islam. Bab ini menggambarkan bagaimana
norma sosial dan adat membatasi hak-hak syar’i suami untuk bebas menceraikan
istri dan melakukan poligami. Bab dua menyajikan fakta di Iran, bab tiga tentang
praktik di Maroko, dan bab empat menyandingkan data kedua negara dan
membandingkannya guna mengidentifikasi area kerenggangan antara hukum dan
praktiknya.
Buku ini membahas kerenggangan
antara Syariah, sistem hukum modern, dan praktik-praktik sosial. Kerenggangan
antara syariah dan hukum modern berangkat dari proses kodifikasi aturan syariah
dan usaha men-cangkokkan-nya ke dalam sistem hukum modern yang mendorong
eksistensi dua legitimasi sejajar
tapi berbeda gagasan; syari’ah dan hukum. Konflik antara hukum dan syariah
membuka peluang eksistensi prinsip legitimasi lain yang berbeda dari keduanya.
Prinsip ini didefinisikan sebagai adat dan norma sosial.
Bab lima mengkaji perselisihan
hak asuh dan status ayah guna menggali kerenggangan sebagai akibat
ko-eksistensi hukum dan konstruksi sosial yang berbeda. Terdapat dua ide
berbeda dalam legitimasi status ayah (paternity),
pertama dari syariah dan yang lain adalah keabsahan secara sosial.
Terakhir, bab enam membahas
apek kerenggangan yang lain yang termanifestasi dalam kasus pengesahan
perkawinan dan perceraian. Penulis berargumen bahwa perselisihan ini berakar
pada tiga konstruksi pernikahan yang berbeda namun saling berkaitan; syariah, sistem
hukum modern, dan masyarakat secara luas. Perselisihan terjadi bila ketiga
konstruksi pernikahan ini gagal untuk dipertemukan. Terakhir, penulis
menyimpulkan bahwa wanita Iran menikmati derajat hukum dan perlindungan sosial
yang lebih tinggi dibanding wanita Maroko. Sekulerisasi hukum mampu menaikkan
posisi wanita dan sebaliknya, Syariah telah membatasi pilihan wanita dan
merusak posisi mereka.
Apa yang dilakukan Ziba --mengkomkomparasikan
Hukum Perkawinan dua negara Islam yang berbeda madzhab, dengan kemiripan sosio-cultural--
merupakan kajian yang pantas menjadi perhatian. sebagai kritisi kelebihan dan
kekurangan diantara keduanya, yang kemudian diharapkan mampu memberi kontribusi
positif dalam perencanaan pemberlakuan hukum keluarga pada negara-negara
(Islam) lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar