Rabu, 26 Maret 2014

resensi

Book Review
Judul buku      : Mariage On Trial (A Study of Islamic Family Law Iran and Marocco Compared)
Penulis             : Ziba Mir-Hosseini
Tahun terbit     : 1997
Penerbit           : I.B. Tauris & Co Ltd.

Oleh: Ahmad Z. Anam
08.231.476

Ziba Mir-Hosseini, seorang intelektual Muslimah yang berusaha gigih mengangkat “suara dan pengalaman” perempuan dalam Hukum Islam, telah berhasil menyajikan sebuah wacana menarik yang tertuang dalam karyanya” Mariage On Trial A Study of Islamic Family Law Iran and Marocco Compared”.

Dalam bukunya, Mir-Hoseini mencoba menelaah hubungan antara konsep syariah dan kenyataan prartiknya di lapangan. Ia mengkomparasikan praktik hukum perkawinan di Iran yang bermadzhab Syi’ah dan Maroko yang bermadzhab Sunni.  Berbeda dengan kebanyakan tulisan yang banyak membahas interpretasi hukum dari teks, Mir-Hoseini lebih menekankan pembahasannya dari perspektif antropologi hukum. Dengan sudut pandang tersebut, ia memahami studi hukum (produksi dan administrasi aturan-aturan dan urutan-urutan hukum) yang digali dengan pemahaman dan metode antropologi dan melalui kajian-kajian yang telah dilakukan oleh para antropolog (hlm viii).
Buku ini terdiri atas dua bagian dan enam bab, satu bagian pengantar dan satu bagian kesimpulan. Tiap babnya membahas seputar satu kategori konflik perkawinan, kajian interaksi antara dua madzab syari’ah dan sistem hukum dan perkawinan modern terhadap kategori kasus tersebut.
Pada bagian pengantar, penulis memberikan latar belakang penulisan buku dengan menjelaskan tujuan dan metode penelitian dan meletakkan hukum Islam beserta perkembangan terakhirnya dalam perspektif sejarah, dengan menyertakan gambaran interaksi antara ajaran agama dan hukum positif pada masyarakat Muslim kontemporer. Pada halaman dua, penulis menyebutkan bahwa tujuan penulisan buku ini adalah untuk memberikan profile detil mengenai interaksi antara hukum Islam dan konstruksi sosial pernikahan dan perceraian. Caranya, penulis mencoba melihat ke luar kajian hukum guna menguji kompleksitas hubungan manusia (human relation), pertukaran sangat intim yang biasa terjadi di dalam perkawinan, dan menggali dorongan-dorongan agama, social, dan psikologis yang berpengaruh dan membentuk perkawinan.
Kemudian, bagian pertama buku berisi kajian umum tentang kondisi ideal dan praktik perkawinan dan perceraian menurut konsep syariah, undang-undang hukum modern, dan melihat bagaimana kasus-kasus konflik perkawinan yang terjadi di masyarakat.
Pada bab pertama, penulis mengenalkan peradilan di Maroko dan Iran, termasuk prosedur dan kasus-kasus konflik di kedua negara tersebut. Tujuannya, pertama, untuk menempatkan konflik di dalam konteks syariah dan kedua, di dalam acuan sistem hukum modern yang dianut oleh masing-masing negara. Terdapat dua tuntutan sentral pada tiap permohonan cerai di kedua negara tersebut yaitu; tuntutan istri untuk mempertahankan perkawinan dan tuntutan suami atas kepatuhan sang istri.
Kemudian pada bab dua, tiga, dan empat, penulis fokus pada dinamika hubungan pernikahan dan perceraian. Melalui analisis terhadap kasus-kasus perceraian aktual, terlihat perbedaan mencolok antara teori dan praktik Hukum Islam. Bab ini menggambarkan bagaimana norma sosial dan adat membatasi hak-hak syar’i suami untuk bebas menceraikan istri dan melakukan poligami. Bab dua menyajikan fakta di Iran, bab tiga tentang praktik di Maroko, dan bab empat menyandingkan data kedua negara dan membandingkannya guna mengidentifikasi area kerenggangan antara hukum dan praktiknya.
Buku ini membahas kerenggangan antara Syariah, sistem hukum modern, dan praktik-praktik sosial. Kerenggangan antara syariah dan hukum modern berangkat dari proses kodifikasi aturan syariah dan usaha men-cangkokkan-nya ke dalam sistem hukum modern yang mendorong eksistensi          dua legitimasi sejajar tapi berbeda gagasan; syari’ah dan hukum. Konflik antara hukum dan syariah membuka peluang eksistensi prinsip legitimasi lain yang berbeda dari keduanya. Prinsip ini didefinisikan sebagai adat dan norma sosial.
Bab lima mengkaji perselisihan hak asuh dan status ayah guna menggali kerenggangan sebagai akibat ko-eksistensi hukum dan konstruksi sosial yang berbeda. Terdapat dua ide berbeda dalam legitimasi status ayah (paternity), pertama dari syariah dan yang lain adalah keabsahan secara sosial.
Terakhir, bab enam membahas apek kerenggangan yang lain yang termanifestasi dalam kasus pengesahan perkawinan dan perceraian. Penulis berargumen bahwa perselisihan ini berakar pada tiga konstruksi pernikahan yang berbeda namun saling berkaitan; syariah, sistem hukum modern, dan masyarakat secara luas. Perselisihan terjadi bila ketiga konstruksi pernikahan ini gagal untuk dipertemukan. Terakhir, penulis menyimpulkan bahwa wanita Iran menikmati derajat hukum dan perlindungan sosial yang lebih tinggi dibanding wanita Maroko. Sekulerisasi hukum mampu menaikkan posisi wanita dan sebaliknya, Syariah telah membatasi pilihan wanita dan merusak posisi mereka.

Apa yang dilakukan Ziba --mengkomkomparasikan Hukum Perkawinan dua negara Islam yang berbeda madzhab, dengan kemiripan sosio-cultural-- merupakan kajian yang pantas menjadi perhatian. sebagai kritisi kelebihan dan kekurangan diantara keduanya, yang kemudian diharapkan mampu memberi kontribusi positif dalam perencanaan pemberlakuan hukum keluarga pada negara-negara (Islam) lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar