BELAJAR DARI PELAIHARI
(Upaya Sederhana Sukseskan Program Penempatan,
Promosi, dan Mutasi)
Oleh: Ahmad Z. Anam[1]
Sekapur
Sirih
September 2014 adalah musim penempatan,
promosi, dan mutasi. Mahkamah Agung, dalam konteks ini Direktorat Jenderal
Peradilan Agama memiliki dua agenda besar di bulan tersebut: 1. Penempatan Calon
Hakim Peradilan Agama, termaktub dalam surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama MA RI Nomor
1978/DJA/Kp.00.3/IX/2014, tanggal 03 September 2014, dan 2. Pelaksanaan Hasil
Rapat TPM Mahkamah Agung, sebagaimana tertuang dalam Surat Direktur Jenderal Badan
Peradilan Agama MA RI Nomor
2203/DJA/KP.04.6/IX/2014, tanggal 30 September 2014.
Dua agenda “hijrah” tersebut merupakan isu
seksi yang dibicarakan oleh hampir seluruh insan Peradilan Agama. Wa bil
khusus, oleh pihak yang namanya terpampang dalam Surat Dirjen Badilag.
Perasaan suka (karena mendapat amanah dan lingkungan baru), duka (karena
meninggalkan amanah dan lingkungan lama), serta khawatir (karena masih buta
informasi dan pengalaman di tempat tugas baru), tumpah-ruah menjadi satu.
Rangkaian peristiwa tersebut adalah
keniscayaan. Tidak ada perlu yang diratapi, dan memang “haram” diratapi. Karena
itu memang pilihan kita. Perasaan suka dan duka, itu manusiawi, dan mutlak
adanya. Namun untuk perasaan khawatir, itu seharusnya dapat direkayasa,
diminimalisir, atau bahkan dihilangkan. Untuk mengusir kekhawatiran tersebut, Pengadilan
Agama Pelaihari layak dijadikan teladan.
Penempatan,
Promosi, dan Mutasi Sebuah Keniscayaan
Tujuan dasar dari penempatan,
promosi, dan mutasi adalah sebagai pembinaan terhadap aparat peradilan secara
terencana, terarah, obyektif, transparan, terukur, dan berkeadilan.[2] Kegiatan tersebut
diselenggarakan guna menunjang keberhasilan reformasi-birokrasi untuk
mewujudkan pemerintahan (khusnya pada lingkungan Mahkamah Agung) yang bersih
dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta meningkatkaan kualitas
pelayanan publik, kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Target
tertingginya: terbumikannya visi
Mahkamah Agung.
Demi dinamisasi sebuah
institusi, penempatan, promosi, dan mutasi merupakan sebuah keharusan.
Tanpanya, sebuah institusi kemungkinan besar akan statis, stagnan, dan bahkan
merosot.[3] Kehadiran tenaga baru dalam
sebuah institusi tentu akan menjadi inspirasi dan spirit baru dalam lingkungan
kerja. Hasil kongkretnya akan terwujudnya perubahan positif yang menunjang
prestasi institusi.
Selain fungsi
tersebut, penempatan, promosi, dan mutasi juga sangat berkontribusi pada
perkembangan karir seseorang. Tanpanya, bisa saja seseorang mandeg
karir, jabatan, dan golongan ruangnya, karena terhalang. Oleh karenya,
kehadiran penempatan, promosi, dan mutasi sangat layak untuk disyukuri.
Kekhawatiran
Merintis kehidupan baru di tempat dan
habitat baru bukanlah persoalan mudah. Terutama bagi mereka yang masih
benar-benar awam informasi dan pengalaman, serta tidak ada kenalan di tempat
baru itu. Butuh begitu banyak persiapan dan agenda yang merepotkan.
Secara kongkret, dapat
diilustrasikan seperti ini: ketika seseorang memperoleh SK
penempaatan/promosi/mutasi, yang harus dilakukan adalah: 1. Mencari rute dan
alat transportasi udara (jika memang harus ditempuh dengan transportasi udara)
menuju bandara terdekat dari tempat tugas baru, 2. Mencari rute dan armada
darat dan atau laut untuk menuju satker baru, guna melapor, 3. Mencari
penginapan, rumah kos, dan atau kontrakan untuk bertempat tinggal, 4. Mencari
alat transportasi (kendaraan) untuk hilir-mudik dari tempat tinggal menuju
satker baru.
Serangkaian persiapan
dan agendaa tersebut memang tampak begitu merepotkan jika dilakukan oleh pihak
terkait secara mandiri, tanpa bantuan dari kenalan dan atau bantuan dari pihak
satker baru. Pantas saja, jika hal tersebut seringkali menjadi momok kekhawatiran
tersendiri.
PA Pelaihari
Menghapus Kekhawatiran
Selasa pagi, 07 Okt 2014, penulis
iseng-iseng ingin melihat reportase pengambilan sumpah dan pelantikan hakim
teman-teman sejawat (PPC Terpadu Angkatan II MARI), melalui situs website
satker baru mereka masing-masing. Sampailah penelusuran penulis pada berita
tentang seorang teman sejawat, Rashif Imany, S.H.I., M.S.I. yang ditempatkan di
PA Pelaihari Kelas II.
Dalam
berita yang terpampang di website http://www.pa-pelaihari.go.id/, disebutkan bahwa Rashif
begitu terkesan dengan penyambutan dan pelayanan pimpinan PA Pelaihari atas
kedatangannya.[4] Rashif mengatakan bahwa ia
merasa sangat terbantu. Dia tidak perlu khawatir atas transportasi dari Bandara
Samsudin Noor ke Kantor PA Pelaihari, karena sudah dijemput Pimpinan (dalam hal
ini Panitera Sekretaris). Tidak perlu khawatir nanti malam tidur dimana, karena
memang sudah dicarikan tempat tinggal oleh pimpinan. Pun juga tidak perlu
khawatir besok pergi ke kantor naik apa,
karena sudah dapat pinjaman motor dinas dari Pimpinan. Padahal, Rashif adalah
benar-benar orang baru di Satker itu, belum pernah kenal sama sekali dengan
orang kantor tersebut.
Tidak puas dengan dengan informasi
tersebut, penulis melanjutkan penelusuran. Masih dalam situs PA Pelaihari,
ternyata penulis mendapatkan reportase (lengkap disertai foto) penjemputan
Rashif di Bandara Samsudin Noor, oleh Panitera Sekretaris PA Pelaihari, kemudian
diantarkan ke kontrakan, yang sebelumnya memang sudah dipersiapkan. Sungguh
penyambutan yang sangat membantu bagi orang baru.
Masih tidak puas lagi dengan reportase
tersebut, penulis kemudian menghubungi Rashif via telephone, untuk konfirmasi.
Dalam bincang tersebut, penulis mendapat informasi langsung dari pihak terkait,
bahwa reportase tersebut benar adanya. Bahkan masih begitu banyak bantuan yang
diberikan pimpinan yang tidak masuk dalam berita website. Diantaranya adalah Rashif diajak berkeliling
mengenal wilayah yurisdiksi PA Pelaihari dan diantar ke PTA Banjarmasin untuk
melapor.
Upaya yang tampaknya begitu sederhana,
seperti yang dilakukan PA Pelaihari, tentu akan sangat membantu. Tak dapat
dibayangkan betapa repotnya jika rangkaian kegiatan dan persiapan tersebut
dilakoni oleh orang baru, di tempat baru, dengan adat baru, habitat baru,
secara sendirian, dengan tanpa bantuan pihak lain. Andai saja penyambutan ala
PA Pelaihari tersebut dijadikan sebagai semacam Standard Operating Procedure
(SOP) bagi seluruh PA yang kedatangan pegawai/hakim baru, tentu
seluruh kekhawatiran akan terhapuskan.
Penutup
Penempatan, promosi, dan mutasi bertujuan
untuk menunjang keberhasilan reformasi-birokrasi untuk mewujudkan Mahkamah
Agung yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta
meningkatkaan kualitas pelayanan publik, kapasitas dan akuntabilitas kinerja
birokrasi. Kehadirannya adalah sebuah keniscayaan.
Upaya yang dilakukan PA
Pelaihari dalam menyambut dan membantu pihak yang masuk dalam gerbong
penempatan, promosi, dan mutasi merupakan tindakan sederhana-produktif yang membantu
suksesnya program penempatan, promosi, dan mutasi yang deselenggarakan Mahkamah
Agung. Upaya tersebut sangat membantu
pihak yang akan bertugas di satker baru. Dengan penyambutan yang sdemikian
rupa, tentu suasana kerja mendatang akan terjalin lebih kondusif dan harmonis,
karena kesan pertama memang sudah “begitu menggoda”. Mungkin, banyak PA lain
yang melakukan hal sama, namun sayangnya tidak terekspos media. Atas dasar itulah, hemat
penulis, PA Pelaihari sangat layak dijadikan role model dalam
penyambutan terhadap “orang baru”. Semoga
menginspirasi.
Daftar Pustaka
Firman Wahyudi, Mencari
Arah Baru Promosi dan Mutasi hakim, Artikel pada www.badilag.net .
Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama MA
RI Nomor 1978/DJA/Kp.00.3/IX/2014,
tanggal 03 September 2014.
Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama MA
RI Nomor 2203/DJA/KP.04.6/IX/2014,
tanggal 30 September 2014.
http://www.pa-pelaihari.go.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar