Rabu, 26 Maret 2014

Resume Tesis

KIAI DAN MASA DEPAN KONSTRUKSI SOSIAL:
            Kajian Sosiologis atas Peran Kiai terhadap Konstruksi Keluarga Sakinah pada Masyarakat[1]
Oleh: Ahmad Z. Anam[2]
A.  Kegelisahan Akademik
Kiai merupakan tokoh berpengaruh dalam masyarakat. Sosok kiai menempati posisi yang sangat stategis dalam dinamika kehidupan sosial[3]. Peran yang dimainkan seorang kiai cukup, bahkan sangat signifikan dalam pembentukan karakter konstruksi sosial. Kiai merupakan panutan keagamaan yang paling otentik,[4] sumber ilmu, petunjuk, bahkan—sebagian orang memahaminya—sebagai cerobong terkabulnya hajat.
Salah satu peran dan tangung jawab kiai adalah mengawal eksistensi kebudayaan. Pengejawantahannya, tidak lain adalah menjaga ruh atau nafas dari kebudayaan itu sendiri.[5] Sementara ruh dari kebudayaan itu adalah nilai etik-moral kemanusiaan, yang terkait dan berkelindan dengan ajaran agama, salah satunya: hukum keluaraga (lebih khusus konstruksi keluaraga)

Ushul Fiqh

TEORI PENGETAHUAN HUKUM DALAM USHUL FIQH:
TEORI HUKUM ALAM [1]
Oleh: Ahmad Z. Anam[2]

((الأحكام , منها عقليّة , ومنها شرعيّة)) ...اى أنّ منها عقليّ إمّا مركوز في العقل أو حاصل بدليل عقليّ: ومنها ما حصل بنصّ الشريعة , او بفعل , او با ستنباط . وكلّ واحد من ذلك مقابل للأخر[3]
                                                                  (Abi al-Husain al-Bashri al-Mu’tazili)
A.  Pendahuluan
Pertanyaan yang paling sering diajukan kepada ushul fiqh dewasa ini      —menurut hemat penulis—adalah, “bagaimana ‘sikap’ ushul  fiqh dalam menanggapi issue ketidakberdayaan hukum Islam dalam menjawab perubahan sosial  yang bergulir begitu cepat dan alamiah?” Mampukah ushul fiqh menacari arah baru  kajian hukum Islam yang integratif; memadukan wahyu dan realitas empiris?

Islam dan Modernitas

Islam dan Modernitas[1]
(Telaah Pemikiran Abdul Majid asy-Syarfi;  Sebuah Pengantar)
oleh; Ach Z. Anam[2]
A.    Kegelisahan Akademik
Pertanyaan awal yang mengusik nalar Abdul Majid asy-Syarfi—terkait dengan Islam dan moderenitas—adalah; Bagaimana membatasi issue, sementara wilayah  kajian tema ini teramat luas?. pertanyaan lain yang menghampirinya ialah; Masih adakah celah untuk menghadirkan “sesuatu yang baru” ditengah maraknya produk-produk pengetahuan ke-Islamanan, dengan berbagai corak dan bahasa berbeda?

politik

Wila>yat al-Faqi>h : Sistem Kenegaraan Syi’ah Iran Modern[1]
Oleh: Ahmad Z. Anam[2]

الخلافة الإلهيّة : هي روخ الخلافة المحمّدية(ص)وربّها وأصلها ومبدأها. منها بدأ أصل الخلافة في العوالم كلّها بل أصل الخلافة والخليفة والمستخلف إليه... أصل الحقائق الكلّية الإلهية وهى أصل الخلافة.(خضرة امام خميني)[3]
Pendahuluan
Bergulirnya revolusi (1979) telah merubah sejarah bangsa Iran. Peristiwa bersejarah itu mengahiri tradisi kerajaan yag telah berkuasa 2500 tahun, dan mengubah persahabatan AS-Iran yang telah dibangun tiga dasawarsa menjadi sebuah permusuhan. Iran menunjukkan pada dunia—khususnya Islam, atas kesuksesan pertama dalam revolusi politik Islam.[4]

pendidikan dan keluarga

Peran Keluarga Dalam Pendidikan Nilai  Anak[1]
Oleh: Ach. Z. Anam[2]

Harta yang paling berharga, adalah keluarga
Istana yang paling indah, adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna, adalah keluarga
Mutiara tiada tara, adalah keluarga...
(Lirik lagu" Keluarga Cemara")

Nak pintar, belajar…
(Tuk Bayan Tula dalam"Laskar Pelangi")

A.    Pendahuluan

            Keluarga merupakan pondasi dasar, sentral, dan pilar yang sangat strategis dalam pendidikan anak. Berbagai teori pendidikan, analisis kriis, bahkan penelitian ilmiah telah membuktikan statement ini. Pencapaian "pribadi luhur" oleh seorang anak mustahil terwujud tanpa adanya dukungan dari "harta paling berharga" ini.

resensi

Book Review
Judul buku      : Mariage On Trial (A Study of Islamic Family Law Iran and Marocco Compared)
Penulis             : Ziba Mir-Hosseini
Tahun terbit     : 1997
Penerbit           : I.B. Tauris & Co Ltd.

Oleh: Ahmad Z. Anam
08.231.476

Ziba Mir-Hosseini, seorang intelektual Muslimah yang berusaha gigih mengangkat “suara dan pengalaman” perempuan dalam Hukum Islam, telah berhasil menyajikan sebuah wacana menarik yang tertuang dalam karyanya” Mariage On Trial A Study of Islamic Family Law Iran and Marocco Compared”.

haji

Fiqh Prioritas:
 Kajian Kritis  Haji Sunnah (Haji Berulang)*
Oleh: Ahmad Z. Anam / 08.231.476

a)      Pendahuluan
Fenomena meningkatnya calon jemaah haji—khususnya Indonesia—adalah hal yang pantas mendapatkan acungan jempol. Hal ini mengindikasikan tingginya spirit keagamaan masyarakat muslim di Indonesia dan perkembangan standar perekonomian masyarakat. Tingginya minat berhaji tidak hanya dimiliki oleh jamaah yang belum pernah melaksanakan rukun Islam yang ke lima itu, bahkan, banyak diantara mereka adalah orang yang yang telah ataupun berkali-kali berhaji (hujjaj).

sufisme


Neo-Sufisme: Rekonstruksi Pemikiran Sufistik Menuju Rekonsiliasi Lahiri dan Bathini

Oleh: Ahmad Z. Anam

Pendahuluan
Islam, sebagai agama yang utuh dan kaffah, meniscayakan penghayatan beribadah yang total pula dari pemeluknya. Baik dalam ranah eksoterik (dhahiry) maupun esoterik (bathini). Penekanan yang tak berimbang dari keduanya akan melahirkan kepincangan dalam ber-Islam: menyalahi prinsip tawazzun. Namun, pada kenyataannya, tidak jarang—bahkan sering kali—kita menjumpai model beragama seperti ini: sementara orang mengedepankan aspek dhahiriyyah dalam menjalani agamanya (ahl al-Dhawahir), sementara di sisi lain banyak pula yang hanya memperhatikan sisi bhatiniyyah (ahl al-bawatin)[1].

hadits dan humaniora

Hadis Dalam Optik Keilmuan Humaniora: Sebuah Pendekatan Historis
Oleh: Ahmad Z. Anam

"إنّ مفهوم السنّة الاًصولى الّذي غلّف بالمقدّسة وأصبح ضمنا لا مفكّر فيه لرسوخ اعتقاد الضّمير الإسلاميّ فى صحّته ومشروعيّته المتأصّلة في تعاليم الله ليس إلاّ مفهوما صاغه الأصليون نتيجة مقتضيات مذهبيّة وتاريخيّة معيّنة وهو بالتالي مفهوم تارحىّ ونسبىّّ لايعرفه النّبي" (حمّاذي ذويب)

Pendahuluan
Membincang hadis dalam optik humaniora, bak mengarungi samudra, begitu luas areanya. Cakupan keilmuan cabang ini meliputi: bahasa, moral, filsafat, seni, dan historis (sejarah). Sebagai upaya spesifikasi dan pembatasan kajian, dalam paper ini hanya akan membahas fan atau cabang historisitas hadis. Alasannya, kajian kesejarahan diilhami sebagai pendekatan yang begitu penting dalam studi hadis,   hanya dengan pendekatan ini, hadis dapat diketahui jluntrung paraning dumadi-nya. Sehingga something goes behind-nya dapat terdeteksi, sebagai upaya kritis pemilahan dan pemilihan hadis yang dapat dijadikan hujjah asy-syar’iyyah.

Metodologi Kajian Islam

TEORI DASAR PENDEKATAN DALAM PENGKAJIAN ISLAM (I)

Telaah Pemkiran Charles J. Adams Islamic Religious Tradition
dalam Buku The Study Middle East : Research and Scholarship in the Humanities and the Social Science
Oleh : Ahmad Z. Anam

  1. Pendahuluan
            Kegelisahan yang mendasar dalam Islamic studies adalah membedakan dua unsur utama: Islam dan tradisi keagamaan (Islam). Hal ini—menurut Charles J. Adam—karena, memang belum ada pemetaan wilayah yang jelas di antara keduanya.
Bertolak dari sini, Adam memberikan tawaran komperehensif dalam  pendekatan dalam pengkajian Islam. Ia menghadirkan inter dan multi disipliner keilmuan untuk mendekati Islam. Orientasinya: pembacaan wajah Islam yang utuh dan objektif.

Analisis Sastra Al-Qur'an

Analisis Sastra Terhadap al-Quran, Tafsir, dan Sirah: Metodologi John Wansbrough
(Telaah Artikel Andrew Rippin)

Oleh: Ahmad Z. Anam

·   Pendahuluan 
John Wansbraugh,—selanjutnya disebut Wansbrough—seorang orientalis yang tergabung dalam School of Oriental and African Studies (SOAS), menyajikan sebuah framework yang memprioritaskan metode-metode analisa sastra terhadap al-Qur'an seperti bacaan antropologi-historis, akan menggiring kepada pertanyaan-pertanyaan dan sebuah refleksi yang tidak terbayangkan kaum fundamentalis era sekarang. Pemikiran Wansbrough kemudian dijadikan referensi pokok dalam artikel Andrew Rippin, salah satu muridnya.

gender

Amina Wadud: Menyoal Kesetaraan Gender
Oleh Ach. Z. Anam

Pendahuluan
Sebagai agama penyempurna bagi ajaran-ajaran pendahulunya, Islam hadir sebagai entitas yang rahmatan li al-'alamin, rahmat bagi seisi alam semesta. Salah satu ajaran yang sangat bernilai --sebagai perwujudan  rahmatan li al-'alamin-- adalah keadilan antara sesama makhluk, khususnya antara sesama manusia. Tidak sedikit ayat-ayat al-Qur'an yang secara eksplisit menyebut bahwa umat manusia, baik laki-laki maupun wanita, siapapun di antara mereka yang beriman dan beramal shaleh, maka akan mendapatkan ganjaran yang sama dari Allah, tidak ada yang membedakan mereka di mata-Nya, kecuali kualitas ketaqwaan mereka.[1]

Politik Hukum

PENGADILAN AGAMA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 93/PUU-X/2012
(Tantangan dan Strategi Pengadilan Agama dalam Merespon Amanat Konstitusi yang Memberikan Kewenangan Penuh untuk Mengadili Sengketa Perbankan Syari’ah)
Oleh: Ahmad Z. Anam, M.S.I.[1]
Prolog
Terhitung tepat sejak pukul 09.41 WIB, tanggal 29 Agustus 2013, tidak ada lagi dualisme penyelesaian sengketa perkara perbankan syari’ah.[2] Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 93/PUU-X/2012 menegaskan bahwa penjelasan pasal 52 Ayat (2) UU Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Penjelasan pasal tersebut lah yang selama ini menjadi biang kemunculan pilihan penyelesaian sengketa (choice of forum). Konsekuensi konstitusionalnya: sejak putusan tersebut diketok, Pengadilan Agama menjadi satu-satunya pengadilan yang berwenang mengadili perkara perbankan syari’ah.

Mentee

Pengukuhan Status:
Ketua PA Lantik Sembilan CPNS/Cakim Menjadi PNS/CAKIM PA KAB. Kediri
KEDIRI-Siang itu, Rabu 05 September 2012 pukul 13.00 keluarga besar Pengadilan Agama Kabupaten Kediri menggelar hajatan besar: Pengambilan Sumpah dan Pelantikan masal sembilan CPNS/Cakim menjadi PNS/Cakim. Even langka yang diselenggarakan di Aula PA KAB. Kediri tesebut dipimpin langsung oleh Ketua PA Kab. Kediri, Drs.Mame Sadafal, M.H..  Secara umum, acara tersebut terselenggara dengan khidmad-lancar. Tentu kesuksesan ini tidak terlepas dari peran aktif panitia penyelenggara yang telah mempersiapkannya dengan matang.

Kopi

Blandongan: Membumikan Nilai Luhur Ahlu Sunnah wal Jama’ah[1]
Oleh: Ach. Anam[2]

Blandongan merupakan komunitas yang heterogen. Warung yang memeliki motto “selamatkan anak bangsa dari kekurangan kopi” ini merupakan wadah dan tempat berkumpulnya komponen masyarakat. Siswa—entah yang rajin atau mbolosan, mahasiswa—baik akifis maupun “anak mami-kos”, bisnisman—yang sukses maupun bangkrut, santri—baik yang sami’na wa atha’na maupun sami’na wa ‘ashoina, bahkan pejabat teraspun semuanya tumpleg bleg di warung kopi ini, menikmati  “situasi kopi”.

Tafsir

TAFSIR KIDUNG LIR-ILIR
(Oleh: Ahmad Z. Anam, M.S.I.)
Lir-ilir, lir-ilir
Tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak sengguh temanten anyar
Cah angon, cah angon
Penekna belimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekna
Kanggo mbasuh dodod iro
Dodod iro, dodod iro
Kumitir bedhah ing pinggir
Dondomana, jlumatana
Kanggo seba mengko sore
Mumpung padhang rembulane
Mumpung jembar kalangane
Yo surak ’a, surak “hiyoo”
            Setelah seharian kita melakoni rangkaian estafeta aktifitas panjang yang mungkin membuat kita kita lelah, penat, jenuh dan bahkan tertekan, marilah sejenak kita bersantai. Kita coba menjelajah waktu; bertamasya; berjalan-jalan menilik budaya dan agama 500 tahun silam, yakni zaman kerajaan demak bintoro yang bertepatan dengan berakhirnya kejayaan majapahit. Di sana kita jumpai sebuah kidung religi; buah karya Sunan Kalijogo. Kidung yang nampaknya begitu sederhana, tapi pastinya sarat makna: lir ilir. Sebuah kidung yang sudah sangat akrab di telinga sluruh lapisan masyarakat islam (khusunya Jawa).

politik

MENAGIH JANJI CAPRES;
Meneguhkan Pesantren Sebagai Garda Depan Kontrol Sosial-Politik
Oleh; Kg. Ach. Z. Anam

Delapan Juli 2009 mendatang bukanlah akhir perjalanan demokrasi. Terpilihnya presiden dan wakil presiden yang paling diinginkan rakyat tidak serta merta mengindikasikan keparipurnaan negara dalam menggelar ‘hajat’nya. Permadani sejarah masih terhampar begitu luas untuk mewujudkan Indonesia menuju bangsa demokratis dan mukti wibowo. Bukan pekerjaan mudah, memang. Namun, dengan partisipasi aktif seluruh komponen bangsa, narasi agung itu bukan tidak mungkin terwujud.

Janji Politik              
Sebagai tradisi pemilihan presiden secara langsung, sosialisasi visi-misi Capres dan Cawapres di hadapan publik merupakan sebuah ‘ritual wajib’. Rencana pembangunan negara yang tertuang dalam lembar visi-misi itu mesti terpublikasikan dengan massif dan komperehensif;  sebagai nilai tawar untuk menggalang dukungan rakyat. Dewasa ini rakyat semakin berfikir cerdas, mereka tidak hanya memilih pencitraan figur, tapi juga rencana besar yang diusung masing-masing pasangan. Di titik inilah sosialisasi visi-misi (baca; janji-janji) menemukan urgensinya.

Nama Do'a (amien)

MENGAPA “AIR LANGGAR KFA”?[1]
Oleh: Ahmad Z. Anam, M.S.I. dan Arina H., A.Md.[2]

Sekapur Sirih
            Nama Air Langgar KFA itu nyeleneh, unik, dan tak terjangkau nalar. Itulah beberapa opini publik yang beredar sesaat pasca nama itu kami resmikan melalui kenduri sepasaran.[3] Bahkan, ada juga yang berpendapat nama tersebut tidak memenuhi unsur estetika. Kami sangat memahami hal itu: kepala sama berambut, kecerdasan beda.[4] Terlepas dari wacana yang berkembang, bagi kami dan beberapa sahabat yang mempunyai “pengetahuan linuwih”, nama Air Langgar KFA adalah nama yang sangat prestisius; megah; berwibawa.

menakar kualitas puasa

Sebuah Refleksi Akhir Ramadhan:
Sukseskah Puasa Kita?
Oleh: Ahmad Z. Anam, M.S.I.
(Calon Hakim PA. Kab. Kediri)

Sukseskah puasa kita? Pertanyaan sederhana—namun begitu sarat makna ini—akan sulit terjawab jika kita belum menemukan standar yang dapat kita gunakan sebagai tolok ukur dalam menafsir kualitas sebuah ritus puasa. Memang benar, hanya Allah lah yang berwenang untuk menilai puasa hamba-Nya. Namun, sebagai makhluk yang diberi daya nalar kritis, manusia juga dituntut untuk  melakukan muhasabah (instropeksi) atas ibadah yang telah mereka lakukan; agar kualitas ibadah mereka kian meningkat dari waktu ke waktu. Artikel ini mencoba melacak kemudian menawarkan sebuah standar untuk menerka sukses atu tidaknya puasa seseorang.

Dekandesi Moral

Dekandesi Moral Remaja
Membendung Arus Kawin Hamil
DSC_8469.JPG
            Lagi-lagi kita harus menerima fakta miris anak zaman. Pelanggaran norma agama, hukum, dan adat kian menggejala di kalangan remaja. Perilaku yang ditampilkan oleh generasi yang  kita gadang-gadangi sebagai pemangku masa depan tersebut kian menjauh dari  ideal-moral yang seharusnya mereka tuju. Tunas harapan kita benar-benar sedang sakit. Kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Kita harus segera mencari solusi cerdas untuk mengurai permasalahan krusial-primordial ini tepat pada simpulnya.

Cafe dan Keluarga

Café, Laju Perceraian dan Masa Depan Negeri Laskar Pelangi
Oleh: Ahmad Z. Anam, S.H.I, M.S.I.
(Calon Hakim Pengadilan Agama Tanjungpandan Belitung)
Institusi paling dasar dalam tatanan sosial-kemasyarakatan (baca: keluarga) di Belitung sedang dalam kondisi menghawatirkan. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya angka perceraian dari tahun ketahun. Fenomena ini juga sangat mungkin terjadi pada daerah lain di wilayah Kepulauan Bangka Belitung. Problem tersebut harus menjadi perhatian serius bagi seluruh elemen masyarakat. Karena, jika tidak, akan semakin hancurlah pondasi dasar tatanan sosial itu. Imbasnya, akan rapuh pula tatanan sosial yang dibangun di atasnya, dan puncaknya, cita-cita pembangunan menuju masyarakat  madani akan semakin jauh dari kenyataan.

Budaya Baca

Peran Koran:
Cerdaskan Babel dengan Budaya Baca

Oleh: Z. Anam, M.S.I.[*]
(Dosen STAIN SAS Babel)
DSC_8469.JPG
Iqra’ bismirabbika alldzi khalaq (bacalah dengan nama Tuhanmu yang mencipta). Inilah wahyu pertama—pasca masa kekosongan kenabian—yang diturunkan Tuhan untuk seluruh umat manusia, khususnya Islam. Betapa dahsyatnya kegiatan membaca ini. Sampai-sampai Tuhan pun menjadikanya sebagai perintah perdana, yang tentunya primordial bagi eksistensi kehidupan di jagat raya ini. Apa keistemawaan dari membaca? Bagaimana konfigurasi koran di tengah realitas sosial? Mampukah ia menjadi garda depan dalam menumbuhkembangkan minat baca? Dan, langkah nyata apa yang mesti ditempuh untuk mencerdaskan masyarakat Serumpun Sebalai dengan media ini?

Refleksi Syawal

Refleksi Syawal:
Menuju Keshalihan Individu dan Sosial
Oleh: Zed Anam, M.S.I.[*]
(Dosen STAIN SAS BABEL)
Usai sudah penggemblengan di “Kawah Candradimuka” itu. Ruang-waktu yang penuh rahmat, ampunan dan pembebasan dari api neraka itu telah meluluskan umat manusia dari buaian asuhannya. Namun, sejatinya momen istimewa itu tidaklah melepaskan manusia begitu saja (dalam keadaan lemah). Telah begitu banyak bekal kekuatan yang diwariskan pada mereka guna meneruskan langkah kehidupan menuju insan kamil (manusia sempurna). Idealnya, mereka yang telah digembleng di kawah ini benar-benar mumpuni untuk melukis perjalanan hidup yang penuh ketaqwaan dalam menjalankan titahnya sebagai abdullah (hamba Allah) sekaligus khalifatullah (wakil Allah) di bumi ini. Apa sesungguhnya esensi “Kawah Candradimuka” itu? Apa tujuan (Ideal moral) yang hendak dibentuk olehnya? Berhasilkah penggemblengan itu membangun pribadi manusia-manusia modern yang telah lama tenggelam dalam dunia yang kompleks dan artifisial?

Artikel Sosiologi

Selamatkan Masa Depan Negeri Laskar Pelangi
Oleh: Z. Anam, M.S.I.[*]
(Dosen STAIN SAS Babel)
DSC_8469.JPG
Permadani sejarah Negeri Laskar Pelangi telah banyak tercoreng noda hitam. Daftar hitam perilaku amoralitas dan kriminalitas kian mendiaspora dari waktu ke waktu. Masa depan negeri yang sangat kita cintai ini sedang terancam. Akankah kita tetap apatis atas realitas yang menggelisahkan ini? Lantas, langkah nyata apa yang mesti kita perbuat untuk menyelamatkan “Biduk Serumpun Sebalai”?

refleksi syawal

Refleksi Syawal:
MENUJU KESHALIHAN INDIVIDU, INSTITUSI, DAN SOSIAL
Oleh: Ahmad Z. Anam, M.S.I.
(Calon Hakim Angkatan II PPC Terpadu. Satker: Pengadilan Agama Kab. Kediri)

Sekapur Sirih
Ramadhan telah berakhir. Dengan demikian, berakhir pula masa penggemblengan di Kawah Candradimuka itu. Ramadhan yang penuh dengan nilai-nilai edukasi telah mewisuda umat dari kampus sucinya. Sungguh, ini adalah perpisahan yang memilukan. Untungnya, momen istimewa nan agung itu telah banyak mewariskan modal-nilai yang dapat dipedomani umat untuk mengarungi kehidupan pada masa mendatang.
Capaian tertinggi (ghayah) dari penggemblengan tersebut—sebagaiamana ditegaskan dalam al-Qur’an—adalah membentuk pribadi taqwa. Pribadi taqwa adalah pribadi yang mengindahkan segala nilai luhur yang disyari’atkan Allah sekaligus menolak nilai kontraproduktif yang dilarang-Nya.

Hukum Formil

Menyoal Kecakapan Saksi Buruh dari Pihak Berperkara
Oleh: Ahmad Z. Anam, M.S.I.[1]
Sekapur Sirih
Beberapa literatur menegaskan bahwa orang yang menerima gaji dari salah satu pihak berperkara tidak cakap menjadi saksi.[2] Artinya: buruh/pembantu/karyawan dilarang memberikan kesaksian bagi majikan atu bosnya. Alasannya, dikhawatirkan mempengaruhi objektifitas.
Realitasnya, dalam perkara perceraian, seringkali buruh/pembantu/karyawan menjadi saksi kunci. Karena merekalah yang mengetahui perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus dalam sebuah hubungan suami-isteri. Sehingga, wajar jika sering kita jumpai mereka menjadi saksi dalam perkara perceraian (khususnya dengan alasan pasal 19 f). Ini jamak terjadi.
Pertanyaan yang muncul adalah: benarkah orang yang menerima gaji dari salah satu pihak berperkara merupakan orang yang dilarang menjadi saksi bagi majikan atau bosnya? Jika benar, apa dasar hukumnya? Lantas bagaimana dengan perkara perceraian yang seringkali menempatkan mereka sebagai saksi kunci?

Hukum Formil

Menyoal Kecakapan Saksi Buruh dari Pihak Berperkara
Oleh: Ahmad Z. Anam, M.S.I.[1]
Sekapur Sirih
Beberapa literatur menegaskan bahwa orang yang menerima gaji dari salah satu pihak berperkara tidak cakap menjadi saksi.[2] Artinya: buruh/pembantu/karyawan dilarang memberikan kesaksian bagi majikan atu bosnya. Alasannya, dikhawatirkan mempengaruhi objektifitas.
Realitasnya, dalam perkara perceraian, seringkali buruh/pembantu/karyawan menjadi saksi kunci. Karena merekalah yang mengetahui perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus dalam sebuah hubungan suami-isteri. Sehingga, wajar jika sering kita jumpai mereka menjadi saksi dalam perkara perceraian (khususnya dengan alasan pasal 19 f). Ini jamak terjadi.
Pertanyaan yang muncul adalah: benarkah orang yang menerima gaji dari salah satu pihak berperkara merupakan orang yang dilarang menjadi saksi bagi majikan atau bosnya? Jika benar, apa dasar hukumnya? Lantas bagaimana dengan perkara perceraian yang seringkali menempatkan mereka sebagai saksi kunci?

Kompetensi Peradilan

PERANG KOMPETENSI
(Menyoal Carut-Marut Kewenangan Mengadili Perkara Waris Islam)
Oleh: Ahmad Z. Anam, M.S.I.[1]
Prolog
            Anda masih sering menjumpai perkara waris Islam diselesaikan di Pengadilan Negeri? dalam bentuk apa perkara tersebut diajukan? perbuatan melawan hukumkah? Anda selama ini masih gamang dan bertanya-tanya: benarkah waris Islam—apapun bentuk perkaranya—merupakan kewenangan mutlak Pengadilan Agama? Atau, bisa jadi Pengadilan Negeri melalui “pasal sapu jagadnya” juga berwenang memeriksa perkara tersebut?

Administrasi Peradilan

PENYAMPAIAN SALINAN PUTUSAN TERHADAP PIHAK BERPERKARA, [MASIH] WAJIBKAH?
Ahmad Z. Anam, M.S.I.[1]
Mayoritas institusi pengadilan agama tampaknya beramai-ramai meng-contra legem Pasal 52 ayat (2) UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 64 A ayat (2) UU No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Secara de jure, kedua pasal tersebut tegas menyatakan bahwa pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kepada pihak dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak putusan diucapkan. Namun secara de facto, hanya beberapa pengadilan saja yang memenuhi amanat hukum tertulis tersebut. Jamaknya, pengadilan hanya akan memberikan salinan putusan jika ada permintaan dari pihak.

Hukum Formil

SAKSI KELUARGA UNTUK SELURUH JENIS PERKARA PERCERAIAN, CAKAPKAH?
Ahmad Z. Anam, M.S.I.[1]
            Kegelisahan akademik penulis untuk mengkaji  persoalan saksi keluarga ini terinspirasi dari perdebatan panjang terkait cakap atau tidaknya saksi keluarga dalam perkara perceraian dengan alasan selain syiqaq.[2] Dalam ketentuan umum hukum acara perdata, salah satu syarat formil saksi, sebagaimana termaktub dalam Pasal 145 H.I.R., 172 ayat (1) R.Bg, dan 1910 KUH Perdata adalah bahwasannya saksi tidak boleh berasal dari keluarga sedarah dan semenda menurut keturunan yang lurus, kecuali dalam perkara perdata tertentu yang telah dikecualikan oleh undang-undang. Sayangnya, ketentuan tentang sengketa perceraian tidak dapat ditemukan dalam pengecualian tersebut.

Hukum Formil

VERSTEK (NON-PERCERAIAN) TETAP HARUS DIBUKTIKAN
(Tafsir Ulang atas Pasal  164 H.I.R./284 R.Bg.)
Oleh: Ahmad Z. Anam, M.S.I.[1]
Sekapur Sirih
            Hukum pembuktian yang selama ini penulis pedomani dan yakini kebenarannya menyatakan: perkara verstek (non-perceraian) tidak perlu dibuktikan. Seluruh dalil penggugat harus dianggap benar. Ketidakhadiran tergugat mutlak dimaknai sebagai bentuk pelepasan hak. [2]
            Dewasa ini, aliran hukum pembuktian tersebut mulai dipertanyakan oleh berbagai kalangan. Alasannya, karena dipandang rentan terjadi penyelundupan hukum, berseberangan dengan kaidah dasar pembuktian, [3] tak terpenuhinya kebenaran formil, dan menjauh dari kebenaran materiil.